Selasa, 08 April 2014

Dokter di Indonesia vs Dokter di luar negeri


Sebuah fenomena yang selalu menjadi bahan perdebatan saat ini di kalangan masyarakat di Indonesia umumnya dan di aceh khususnya.
Saat ini kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dokter di negeri tercinta kita saat ini sangatlah minim, tapi menurut saya yang menjadi fokus utama dari permasalahan ini adalah tentang sistem pelayanan medis di Rumah sakit di Indonesia. Nah, apakah yang bekerja di RS itu hanya seorang dokter? Yang bekerja di RS tidaklah hanya dokter, masih ada tenaga medis lainnya seperti perawat,bidan dan juga dilengkapi dengan tenaga administrasi, resepsionis, cleaning service,dll. Tapi setiap indikator pelayanan yang disalahkan adalah dokter, menurut saya sebuah RS itu adalah kerjasama dari semua aparatur dalam RS. Jadi bagaimana caranya agar kita bisa kembali merebut kepercayaan dari pasien?
Nah untuk pertanyaan ini sebenarnya tidak bisa kita hanya menyalahkan sebelah pihak saja, jadi tidak hanya kalangan medis saja yang disalahkan, tapi mari kita menilai juga dari segi masyarakat kita yang datang untuk berobat. Apa sikap mereka juga sudah sangat benar??
Saya pernah bekerja sebagai dokter umum di IGD salah satu RSUD Kabupaten, yang saya dapatkan sulitnya mengatur keluarga pasien, jadi coba kita bandingkan dengan sistem di luar negeri, setiap pasien hanya didampingi oleh keluarga inti dengan maksimal 2 orang jumlah pendamping, sementara di daerah kita kalau ada pengunjung pasiennya 10 orang, semuanya di paksa masuk, tanpa peduli dengan situasi pasien yang lain di ruangan yang sama, sifat ketidaksabaran ini sangat sulit untuk di atur, bahkan di IGD saya pernah mendapati keluarga pasien yang langsung menggelar tikar kemudian makan di IGD, ini padahal sudah jelas2 di IGD sebuah Instalasi Gawat Darurat di mana tempat untuk menangani pasien yang dalam keadaan “Gawat Darurat”, jika kondisi pasien sudah stabil maka pasien baru di dorong ke ruangan rawat inap atau jika menurut dokter kondisinya tidak perlu dirawat pasiennya bisa pulang berobat jalan. Tapi di sini kadang timbul masalah lagi di mana kadang pasien yang dianjurkan untuk rawat inap tapi justru menolak untuk di rawat sedangkan pasien yang tidak indikasi untuk rawat inap tapi justru meminta untuk di rawat, pasien yang patah tulang setelah kecelakaan yang indikasinya di rujuk ke Dokter Spesialis Orthopedi justru meminta pulang untuk beorbat ke dukun patah, dan yang parah lagi di negeri kita tercinta ini dukun patahnya menyarankan pasien ke RS hanya untuk di Rontgen dan hasil Rontgen nya justru di bawa ke dukun patah, ga tau apa seorang dokter Radiologi butuh waktu 4 tahun menyelesaikan pendidikannya mengintervensi radiologi? Apa di sini dokter juga yang disalahkan?
Tapi coba pasiennya sudah parah, yang sebelumnya berobat ke dukun terus giliran sudah sangat gawat baru deh di bawa ke dokter trus giliran pasiennya meninggal dokternya dituntut karena malpraktek. Saya dulu pernah mendapat pasien yang sedang dirawat dengan diagnosa Demam Thyphoid, temperatur badan pasiennya 39°C kemudian saya minta tolong perawat untuk mendrip obat ke dalam botol infus tapi tiba-tiba keluarga pasien menolak dengan alasan nanti demam nya akan turun kalau sudah di “rajah”,mereka sudah memanggil dukun ke RS untuk “merajah” pasien tersebut. jadi intinya untuk apa juga pasiennya di RS kalau mereka tidak percaya dengan kemampuan dokter? Kepercayaan masyarakat kita terhadap ilmu jampi-jampi alias perdukunan lebih tinggi, tapi jika terjadi sesuatu dengan pasien siapa yang disalahkan? Pasti dokter juga yang disalahkan bukan??
Kemudian pasien mengeluh dokter tidak ada di tempat setiap pasien butuh, kemudian mereka membandingkan dengan dokter di Negara tetangga. Di sana dokter selalu ada 24 jam, perawat selalu siaga, dokter di luar negeri tidak ada yang mencari kerja sampingan, sementara di negara kita dokter nya selalu tidak di tempat dikarenakan sibuk dengan praktik pribadi, tapi tahukah Anda kenapa dokter harus mencari sampingan? Seorang dokter juga punya kebutuhan untuk mencukupi keluarganya, mereka punya tanggung jawab tidak hanya sebagai seorang dokter tapi juga sebagai suami, mereka juga harus menafkahi istri dan anak-anaknya. Kalau dengan fasilitas yang bisa diberikan lebih oleh Pemerintah untuk kelangsungan hidup seluruh tenaga medis di  negara kita saya yakin meraka juga tidak akan mencari sampingan yang lain, tapi apa yang terjadi dengan negara kita? Saya adalah seorang dokter bakti di sebuah puskesmas di salah satu kabupaten di Aceh yang tidak mendapat gaji sepeserpun setiap bulan, lalu bagaimana dengan dokter yang berstatus PNS di negeri kita?gaji mereka hanya dengan kisaran 3 juta-4 juta. Apakah cukup untuk membiayai keluarganya?
Mari kita bandingkan pendapatan seorang dokter internship di indonesia hanya 1,2 juta/bulan yang di bayar setiap 3 bulan, sedangkan di Malaysia mereka mendapat RM3400 setiap bulannya atau jika kita rupiahkan sekitar 14 juta perbulan, ini lebih dari 10 kali lipat di bandingkan dengan negara kita.
Jadi menurut saya masalah sistem pelayanan medis di negara kita ini tidak bisa kita hanya menyalahkan tenaga medis saja tapi mari kita sama-sama memperbaiki ketidakaturan yang ada di negara kita, semua harus sama-sama saling mengintrospeksi diri, semua punya salah, pemerintah juga semoga bisa memberikan kehidupan yang layak untuk seluruh warga negara indonesia.