Sebuah fenomena yang selalu menjadi bahan perdebatan saat
ini di kalangan masyarakat di Indonesia umumnya dan di aceh khususnya.
Saat ini kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dokter di
negeri tercinta kita saat ini sangatlah minim, tapi menurut saya yang menjadi
fokus utama dari permasalahan ini adalah tentang sistem pelayanan medis di
Rumah sakit di Indonesia. Nah, apakah yang bekerja di RS itu hanya seorang
dokter? Yang bekerja di RS tidaklah hanya dokter, masih ada tenaga medis
lainnya seperti perawat,bidan dan juga dilengkapi dengan tenaga administrasi,
resepsionis, cleaning service,dll. Tapi setiap indikator pelayanan yang disalahkan
adalah dokter, menurut saya sebuah RS itu adalah kerjasama dari semua aparatur
dalam RS. Jadi bagaimana caranya agar kita bisa kembali merebut kepercayaan
dari pasien?
Nah untuk pertanyaan ini sebenarnya tidak bisa kita hanya
menyalahkan sebelah pihak saja, jadi tidak hanya kalangan medis saja yang
disalahkan, tapi mari kita menilai juga dari segi masyarakat kita yang datang
untuk berobat. Apa sikap mereka juga sudah sangat benar??
Saya pernah bekerja sebagai dokter umum di IGD salah satu
RSUD Kabupaten, yang saya dapatkan sulitnya mengatur keluarga pasien, jadi coba
kita bandingkan dengan sistem di luar negeri, setiap pasien hanya didampingi
oleh keluarga inti dengan maksimal 2 orang jumlah pendamping, sementara di
daerah kita kalau ada pengunjung pasiennya 10 orang, semuanya di paksa masuk,
tanpa peduli dengan situasi pasien yang lain di ruangan yang sama, sifat
ketidaksabaran ini sangat sulit untuk di atur, bahkan di IGD saya pernah
mendapati keluarga pasien yang langsung menggelar tikar kemudian makan di IGD,
ini padahal sudah jelas2 di IGD sebuah Instalasi Gawat Darurat di mana tempat
untuk menangani pasien yang dalam keadaan “Gawat Darurat”, jika kondisi pasien
sudah stabil maka pasien baru di dorong ke ruangan rawat inap atau jika menurut
dokter kondisinya tidak perlu dirawat pasiennya bisa pulang berobat jalan. Tapi
di sini kadang timbul masalah lagi di mana kadang pasien yang dianjurkan untuk
rawat inap tapi justru menolak untuk di rawat sedangkan pasien yang tidak
indikasi untuk rawat inap tapi justru meminta untuk di rawat, pasien yang patah
tulang setelah kecelakaan yang indikasinya di rujuk ke Dokter Spesialis
Orthopedi justru meminta pulang untuk beorbat ke dukun patah, dan yang parah
lagi di negeri kita tercinta ini dukun patahnya menyarankan pasien ke RS hanya
untuk di Rontgen dan hasil Rontgen nya justru di bawa ke dukun patah, ga tau
apa seorang dokter Radiologi butuh waktu 4 tahun menyelesaikan pendidikannya
mengintervensi radiologi? Apa di sini dokter juga yang disalahkan?
Tapi coba pasiennya sudah parah, yang sebelumnya berobat ke
dukun terus giliran sudah sangat gawat baru deh di bawa ke dokter trus giliran
pasiennya meninggal dokternya dituntut karena malpraktek. Saya dulu pernah
mendapat pasien yang sedang dirawat dengan diagnosa Demam Thyphoid, temperatur
badan pasiennya 39°C kemudian saya minta tolong perawat untuk mendrip obat ke
dalam botol infus tapi tiba-tiba keluarga pasien menolak dengan alasan nanti
demam nya akan turun kalau sudah di “rajah”,mereka sudah memanggil dukun ke RS
untuk “merajah” pasien tersebut. jadi intinya untuk apa juga pasiennya di RS
kalau mereka tidak percaya dengan kemampuan dokter? Kepercayaan masyarakat kita
terhadap ilmu jampi-jampi alias perdukunan lebih tinggi, tapi jika terjadi
sesuatu dengan pasien siapa yang disalahkan? Pasti dokter juga yang disalahkan
bukan??
Kemudian pasien mengeluh dokter tidak ada di tempat setiap
pasien butuh, kemudian mereka membandingkan dengan dokter di Negara tetangga.
Di sana dokter selalu ada 24 jam, perawat selalu siaga, dokter di luar negeri
tidak ada yang mencari kerja sampingan, sementara di negara kita dokter nya
selalu tidak di tempat dikarenakan sibuk dengan praktik pribadi, tapi tahukah
Anda kenapa dokter harus mencari sampingan? Seorang dokter juga punya kebutuhan
untuk mencukupi keluarganya, mereka punya tanggung jawab tidak hanya sebagai
seorang dokter tapi juga sebagai suami, mereka juga harus menafkahi istri dan
anak-anaknya. Kalau dengan fasilitas yang bisa diberikan lebih oleh Pemerintah
untuk kelangsungan hidup seluruh tenaga medis di negara kita saya yakin meraka juga tidak akan
mencari sampingan yang lain, tapi apa yang terjadi dengan negara kita? Saya
adalah seorang dokter bakti di sebuah puskesmas di salah satu kabupaten di Aceh
yang tidak mendapat gaji sepeserpun setiap bulan, lalu bagaimana dengan dokter
yang berstatus PNS di negeri kita?gaji mereka hanya dengan kisaran 3 juta-4
juta. Apakah cukup untuk membiayai keluarganya?
Mari kita bandingkan pendapatan seorang dokter internship di
indonesia hanya 1,2 juta/bulan yang di bayar setiap 3 bulan, sedangkan di
Malaysia mereka mendapat RM3400 setiap bulannya atau jika kita rupiahkan
sekitar 14 juta perbulan, ini lebih dari 10 kali lipat di bandingkan dengan
negara kita.
Jadi menurut saya masalah sistem pelayanan medis di negara
kita ini tidak bisa kita hanya menyalahkan tenaga medis saja tapi mari kita
sama-sama memperbaiki ketidakaturan yang ada di negara kita, semua harus
sama-sama saling mengintrospeksi diri, semua punya salah, pemerintah juga semoga
bisa memberikan kehidupan yang layak untuk seluruh warga negara indonesia.